Shahih Bukhari
-Imam Bukhari-
Kitab Keutamaan Lailatul Qadar
Bab 1: Keutamaan
Lailatul Qadar Allah berfirman,
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan, tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar."
(al-Qadr:
1-5)
Ibnu 'Uyainah
berkata,
"Apa yang disebutkan
di dalam AI-Qur'an dengan kata 'Maa adraaka' 'apakah yang telah
memberitahukan kepadamu' sesungguhnya telah diberitahukan oleh Allah.
Apa yang disebutkan
dengan kata kata 'Maa yudriika' 'apakah yang akan
memberitahukan kepadamu', maka Allah belum memberitahukannya."
Di-maushul-kan oleh
Muhammad bin Yahya bin Abu Umar di dalam Kitab Al-Iman,
"Telah
diinformasikan kepada kami oleh Sufyan bin Uyainah. Lalu, ia menyebutkan
riwayat itu."
Saya berkata, "Dalam
bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang
tertera pada nomor 26 di muka."
Bab 2: Mencari Lailatul
Qadar pada Tujuh Malam yang Terakhir
Bab 3: Mencari Lailatul
Qadar pada Malam yang Ganjil dalam Sepuluh Malam Terakhir.
Dalam hal ini
terdapat riwayat Ubadah.
Yaitu, hadits Ubadah
yang maushul yang disebutkan sesudah bab ini.
987. Aisyah R.A
berkata,
"Rasulullah
ber'itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan beliau bersabda, 'Carilah
malam qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan."
988. Ibnu Abbas R.A mengatakan
bahwa Nabi SAW bersabda,
"Carilah
Lailatul Qadar pada malam sepuluh yang terakhir dari (bulan) Ramadhan. Lailatul
Qadar itu pada sembilan hari yang masih tersisa, tujuh yang masih tersisa, dan
lima yang masih tersisa."
(Yakni
Lailatul Qadar 2/255).
Sebagai badal dari
perkataan 'al-Asyr al-awaakhir' 'sepuluh hari terakhir'.
Sembilan hari yang masih tersisa, maksudnya tanggal dua puluh satu, tujuh hari
yang masih tersisa maksudnya tanggal dua puluh tiga, dan lima hari yang masih
tersisa maksudnya tanggal dua puluh lima.
989. Ibnu Abbas
berkata,
"Carilah
pada tanggal dua puluh empat."
Bab 4: Dihilangkannya
Pengetahuan tentang Tanggal Lailatul Qadar karena Adanya Orang yang Bertengkar
990. Ubadah
ibnush-Shamit berkata,
"Nabi
keluar untuk memberitahukan kepada kami mengenai waktu tibanya Lailatul Qadar.
Kemudian ada dua orang lelaki dari kaum muslimin yang berdebat. Beliau
bersabda, '(Sesungguhnya aku 1/18) keluar untuk memberitahukan kepadamu
tentang waktu datangnya Lailatul Qadar, tiba-tiba si Fulan dan si Fulan
berbantah-bantahan. Lalu, diangkatlah pengetahuan tentang waktu Lailatul Qadar
itu, namun hal itu lebih baik untukmu. Maka dari itu, carilah dia (Lailatul
Qadar) pada malam kesembilan, ketujuh, dan kelima.' (Dalam satu
riwayat: Carilah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima)."
Al-Hafizh berkata di
dalam Kitab al-Iman di dalam al-Fath,
"Demikianlah
dalam kebanyakan riwayat, dengan mendahulukan lafal sab 'tujuh' daripada tis
'sembilan'. Hal ini mengisyaratkan bahwa harapan terjadinya Lailatul Qadar pada
tanggal ketujuh (dari belakang, yakni dua puluh tiga) itu lebih kuat mengingat
dipentingkannya tanggal itu dengan disebutkan di depan. Akan tetapi, di dalam
riwayat Abu Nu'aim di dalam al-Mustakhraj lafal tis secara berurutan."
Saya (al-Albani)
katakan bahwa terdapat riwayat penyusun (Imam Bukhari) di sini yang terluput
dikomentari, sebagaimana Anda lihat. Kemudian al-Hafizh lupa mensyarah riwayat
ini di sini.
Ia tidak menyebutkan
di sana, karena ia menyebutkan di sini bahwa riwayat lain di sisi penyusun di
dalam Al-Iman dengan lafal,
"Carilah ia pada malam sembilan, tujuh,
dan lima."
Yakni, dengan
mendahulukan lafal sembilan daripada tujuh, demikian pula syarahnya di sini.
Seakan-akan terjadi kerancuan di sisinya antara riwayat Imam Bukhari di sini
dengan riwayat Abu Nu'aim yang disebutkan di sana. Hanya Allahlah yang dapat
memberikan perlindungan.
Bab 5: Amalan pada
Sepuluh Hari Terakhir dalam Bulan Ramadhan
991. Aisyah R.A
berkata,
"Nabi
apabila telah masuk sepuluh malam (yang akhir dari bulan Ramadhan) beliau
mengikat sarung beliau, menghidupkan malam, dan membangunkan istri
beliau."
Yakni, menjauhi
hubungan biologis dengan istri beliau. Peringatan: Imam Nawawi membawakan
hadits ini pada dua tempat dalam kitabnya Riyadhush Shalihin, dan pada tempat
pertama ia menambahkan sesudah perkataan "lailahu" dengan
"kullahu", dan menisbatkannya kepada Muttafaq'alaih (Bukhari dan
Muslim). Tetapi, tidak saya jumpai tambahan ini di dalam riwayat kedua syekh
itu dan lainnya. Namun, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad
(6/41).
Sumber : Software SalafiDB
Dena Setya Utama (fb.com/denasetya63)
http://korgabnurulmusthofa.blogspot.co.id
Komentar
Posting Komentar